selamat datang di blog kami anggap milik sendiri

Kamis, 11 November 2010

Lebih Murah Pakai Hybird

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP. Migas) menilai pengambilan keputusan desalinasi air laut dan pembangunan bak buatan (waduk) untuk mencukupi kebutuhan air injeksi puncak produksi Sumur Minyak Banyuurip, Blok Cepu, jauh lebih efisien. Setiap berelnya skenario ini menghabiskan biaya 1,05 USD.

“Karena itulah opsi hybrid ini kita sepakati bersama. Sesuai hasil kajian yang kita lakukan opsi ini menguntungkan masyarakat dan pemerintah pusat maupun daerah,” kata Iwan Ratman, Vice President Project Managemen BP. Migas Japalu saat hearing dengan Komisi A DPRD Bojonegoro, Rabu (10/11/2010).
Dia mengungkapkan, untuk mencukupi kebutuhan air injeksi puncak produksi Banyuurip sebesar 165 berel per hari (BPH) ini sebelumnya ada tujuh sekenario yang menjadi alternative. Diantaranya, adalah menggunakan air tawar dari bengawan solo, air asin, desalinasi, dan penggabungan antara desalinasi air laut dengan air tawar.

Namun, lanjut dia, sesuai hasil pengkajian yang dilakukan bersama Intitute Tehnologi Bandung (ITB), opsi hybrid ini jauh lebih efisien ketimbang hanya membangun waduk dengan mengambil air tawar dari Bengawan Solo. Estimasinya, bila hanya menggunakan air tawar dari bengawan biaya per barelnya sebesar 2 USD. Selain itu, sesuai hasil kajian yang dilakukan ITB, dalam kurun waktu 10 tahun Sungai Bengawan Solo pernah mengalami kekurangan air karena kemarau panjang.

“Apalagi bila memakai pola campuran (Hybird) ini ketersediaan air untuk injeksi tidak mengkhawatirkan. Apalagi dengan sistim ini sangat mendekati spesifikasi air yang ada dalam reservoir,” terangnya.

Dia juga menegaskan, bila sistim hybrid ini juga tidak akan mengurangi jumlah lahan yang dibebaskan untuk pembangunan waduk penampungan seluas 100 ha. Hanya saja, sesuai data yang diterima BP. Migas, lahan yang akan digunakan untuk pembangunan waduk itu masih terkendala pembebasan. 25 pemilik lahan di Desa Mojodelik, Gayam, dan Brabowan, Kecamatan Ngasem, belum mau melepaskan lahannya. “Tidak ada perubahan dalam jumlah lahan untuk pembangunan waduk. Semunya sesuai dengan skema awal,” tandasnya.

Menurutnya, pemilihan opsi hybird ini tidak harus merubah plan of Development (PoD). Sebab pemakaian air laut dari sistim desalinasi dan pembangunan waduk ini tidak masuk dalam tiga diantara kreteria yang bisa merubah PoD. Yakni  perubahan cadangan migas, penerimaan negara yang naik signifikan, dan perubahan total scenario pengembangan.

“Keputusan ini juga tidak akan membengkakan cost recovery. Karena semua biaya pembangunan fasilitas desalinasi ini mulai dari nol ditanggung investor. Apalagi masyarakat di tiga kabupaten di Jatim dan Jateng juga akan memperoleh air bersih yang dikelola PDAM dimasing-masing daerah,” tambahnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi A, Agus Susanto Rismanto, menegaskan, bahwa opsi hybrid yang dipilih BP. Migas ini telah melenceng dari PoD yang disetujui sebelumnya. Proyek ini dinilai akan membengkakan cost recovery yang berimbas pada dana bagi hasil migas yang diterima Bojonegoro. Sebab air yang diproses melalui desalinasi ini akan di jual pada operator.

“Ini sangat janggal. Mengapa yang memakai pipa sepanjang 90 Km (desalinasi) jauh lebih efisien ketimbang mengambil air dari bengawan yang lokasinya dekat dengan sumurnya,” ujar Politisi ini. 

Sementara itu, External Relation Manager MCL, Deddy Affidick menambahkan, bahwa sebagai kontraktor pemerintah, MCL akan melaksanakan semua keputusan BP. Migas. Sebab semua proyek yang akan dilaksanakan harus terlebih dulu memnuhi standar “Bagi kami yang terpenting harus mempertimbangkan efisiensi harga dan jaminan ketepatan (kebutuhan air terpenuhi) saat puncak produski awal siap dilakukan. Sehingga tidak mengganggu produksi,” sambung Deddy Affidick.

Manager EPC 5 Zainul Bahri menambahkan, bahwa air bengawan solo sangat mencukupi untuk kebutuhan injeksi puncak produksi Blok Cepu. Sebab sesuai hasil kajian yang dilakukan MCL terhadap kondisi air bengawan solo sejak tahun 1972 – 1990 an (30 tahun lalu), kondisi debit air bengawan hanya sekali mengalami pengurangan. Apalagi, sesuai skema awal, pengambilan air dilakukan saat kondisi air bengawan tinggi atau musim penghujan. “Sedangkan danau buatan yang kita bangun bisa menampung 5,5 juta meter kubik (M3). Dengan asumsi, bisa mencukupi kebutuhan injeksi selama empat bulan beroperasi meskipun tidak mengambil air dari bengawan,” pungkasnya.(Kominfo/PTI)

www.bojonegorokab.go.id

0 komentar:

Posting Komentar